19bdy5

Tari bedhaya adalah salah satu tari yang menjadi icon kota Surakarta.

Tarian ini rutin dibawakan pada saat Tingalan Jumeneng Dalem Sinuwun Paku Buwana atau sering disebut,  hari ulang tahun penobatan Sang Raja di Keraton Surakarta. Tari bedhaya yang dibawakan pada saat acara tersebut adalah Tari Bedhaya Ketawang, karena musik yang menjadi pengiringnya adalah gending Ketawang yang dibawakan oleh para pengrawit abdi dalem Keraton Surakarta. Baik taria maupun gending pengiringnya sama-sama dianggap keramat, sehingga dibutuhkan upacara singkat sebelum pementasan tari bedhaya ini. Tari ini dipercaya merupakan tarian yang sama yang dibawakan oleh Kanjeng Ratu Kidul pada saat menemui Panembahan Senopati di pesisir selatan Pulau Jawa. Pertemuan antara penguasa laut selatan dengan pendiri kerajaan Mataram itulah yang menginspirasi berkembangangnya tari Bedhaya hingga saat ini.

Tarian ini merupakan tari yang disakralkan oleh kalangan keluarga raja serta abdi dalem Keraton, hingga hanya dibawakan pada saat acara tertentu saja. Hari untuk latihannya pun tidak bisa sembarangan hari, latihan hanya boleh dilaksanakan pada hari Selasa Kliwon. Tari Bedhaya ini dibawakan oleh sembilan penari putri yang masih dalam keadaan perawan dan memiliki wajah yang mirip, untuk mendukung hal tersebut, riasan yang digunakan para penari pun harus benar-benar sama antara satu dengan yang lain. Kesembilan penari ini merupakan perlambangan dari sembilan lubang yang ada pada tubuh manusia. Kesembilan lubang tersebut dalam budhaya Jawa sering disebut dengan istilah Babahan Hawa Sanga. Kesembilan lubang ini juga merupakan perlambangan nafsu manusia yang harus bisa dikendalikan. Ada nama tersendiri bagi esembilan penari tersebut, antara lain Endel, Batak, Jangga, Dada, Bunthil, Apit Wingking, Apit Ngajeng, Endel Wedalan Ngajeng, dan Endel Wedalan Wingking.

Tari Bedhaya Ketawang merupakan salah satu kekayaan budaya suku Jawa yang bisa dibanggakan dan wajib dilestarikan.